Wartawan di Lampung Tolak Draf RUU Penyiaran

95 views

Bandar Lampung, Harianduta.com-Jurnalis Lampung yang tergabung dalam Koalisi Kebebasan Pers Lampung menolak draf Rancangan Undang-Undang atau RUU Penyiaran.

Jurnalis dari berbagai daerah di Lampung dan Lembaga Pers Mahasiswa menggelar aksi menolak draf RUU Penyiaran di Tugu Adipura Kota Bandarlampung, Minggu (19/5/2024) sore.

“Koalisi Kebebasan Pers Lampung menggelar aksi menolak revisi UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran atau RUU Penyiaran,” ujar Koordinator Aksi Andry Kurniawan.

Menurut dia, RUU Penyiaran mengancam kemerdekaan dan kebebasan pers.

Terdapat sejumlah pasal dalam beleid tertanggal 27 Maret 2024 yang berpotensi mengancam kemerdekaan pers, ekspresi, dan kreativitas di ruang digital.

“Sejumlah pasal dalam draf RUU Penyiaran secara spesifik melarang beberapa jenis konten dan produk jurnalistik serta bertentangan dengan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999,” kata Andry.

Berikut pasal-pasal bermasalah dalam draf RUU Penyiaran:

1. Pasal 8A huruf (q)

Dalam Pasal 8A huruf (q) draf RUU Penyiaran, disebutkan bahwa Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam menjalankan tugas, berwenang menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus di bidang penyiaran.

“Hal ini tumpang tindih dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers atau UU Pers yang menyebutkan bahwa sengketa pers seharusnya diselesaikan oleh Dewan Pers,” ujar Andry.

2. Pasal 42 ayat 2

Pasal 42 ayat 2 juga menyebut bahwa sengketa jurnalistik diurusi oleh KPI. Sedangkan berdasarkan UU Pers, penyelesaian sengketa jurnalistik dilakukan oleh Dewan pers.

3. Pasal 50B ayat 2 huruf (c)

Pasal tersebut spesifik mengatur larangan penayangan eksklusif liputan investigasi. Padahal, UU Pers menyatakan pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, dan pelarangan penyiaran.

4. Pasal 50B ayat 2 huruf (k)

Pasal ini dinilai sebagai pasal “karet” sebab terdapat larangan membuat konten siaran yang mengandung penghinaan dan pencemaran nama baik.

“Mahkamah Konstitusi RI telah membatalkan pasal berita bohong yang menimbulkan keonaran, yang diatur dalam Kitab Undang-uang Hukum Pidana pada 21 Maret 2024 lalu,” jelas Andry.

Di antaranya Pasal 14 dan Pasal 15 pada UU Nomor 1 Tahun 1946, dan Pasal 310 ayat (1) tentang pencemaran nama baik.

5. Pasal 51 huruf (e)

Pasal ini mengatur bahwa penyelesaian sengketa jurnalistik dilakukan di pengadilan, tumpang tindih dengan UU Pers.

6. Penghapusan Pasal 18 dan 20 dari UU Penyiaran

Menurut Andry, penghapusan pasal tersebut dapat melanggengkan kartel atau monopoli kepemilikan lembaga penyiaran. Dimana pasal-pasal ini membatasi kepemilikan TV dan Radio.

“Hilangnya pasal-pasal ini akan memuluskan penguasaan TV dan Radio pada konglomerasi tertentu saja,” kata Andry.

Berdasarkan hal-hal tersebut, lanjut dia, jurnalis Lampung yang tergabung dalam Koalisi Kebebasan Pers Lampung pun menyatakan sikap sebagai berikut:

1. Menolak dan meminta agar sejumlah pasal dalam draf RUU Penyiaran yang mengancam dan bertentangan dengan kemerdekaan pers agar dihapus.

2. Mendesak Presiden dan DPR meninjau ulang urgensi revisi UU Penyiaran dengan melibatkan semua pihak seperti Dewan Pers, organisasi jurnalis, dan kelompok masyarakat sipil dengan prinsip partisipasi bermakna.

3. Mengajak semua pihak untuk mengawal revisi UU Penyiaran agar tidak menjadi alat untuk membungkam kemerdekaan pers serta kreativitas individu di berbagai platform. (**)