Bandar Lampung, Harianduta.com-Bendahara Dinas pada Dinas Ketahanan Pangan Tanaman Pangan dan Hortikultura (KPTPH) Lampung tahun 2023 sepatutnya menjadi perhatian khusus aparat penegak hukum (APH) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Lampung. Terutama dalam perjalanan dinas (perjas) yang anggarannya jumbo mencapai Rp 9.243.378.148 miliar atau Rp9,2 miliar. Tak hanya perjas Dinas tersebut pada tahun 2023 ini memberikan uang perjalanan dinas dalam negeri luar kota dan diklat Rp419.095.000 atau Rp419 juta.
Menurut, Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Lampung (Unila), Dr. Dedy Hermawan, menyatakan bahwa anggaran pejalanan dinas ini secara totalitas sangat fantastis, tapi sangat mencurigakan, dikhawatirkan anggaran sangat besar ini tidak tepat sasaran, sarat dengan kegiatan perjalanan dinas yang sia-sia dan potensial jadi “bancakan” segelintir orang.
Diketahui uang perjas sebesar Rp9,2 miliar itu terdiri dari paket meeting luar kota, perjalanan dinas biasa, belanja perjalanan dinas paket meeting dalam kota.
Untuk itu, Dedi meminta anggaran tersebut diduga banyak masalah dan menimbulkan pertanyaan. Kasat mata sejauh ini dengan tegas, Dedi, Dinas Ketahanan Pangan Tanaman Pangan dan Holtikultura, hanya jor-joran dengan menghabiskan uang yang tidak penting. Karena tidak ada faedahnya sama sekali, lebih baik anggarannya untuk masyarakat lebih baik dan bangun akses telekomuniasi untuk kebutuhan publik.
Sebelumnya, anggaran Perjalanan Dinas (Perjas) tahun anggaran (TA) 2022 yang dikelola Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Holtikultura (KPTPH) Provinsi Lampung, diketahui fiktif.
Hal itu terkuak dari Laporan Hasil Pemrtiksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI perwakilan Lampung TA 2022, sebagaimana dirilis beberapa waktu lalu.
BPK mencatat, dana perjas yang dinilai fiktif itu sebesar Rp26.186.000,00. Yakni, mencakup bukti penginapan ke luar daerah yang tidak sesuai fakta lapangan.
Selain itu, ditemukan pula biaya perjalanan dinas yang dilakukan beririsan (bersamaan) sebesar Rp760.000,00.
Dari hasil konfirmasi tim BPK, ditemukan bahwa pihak pengelola penginapan (hotel) tidak pernah menerima tamu hotel dari Dinas KPTPH Lampung. Bahkan, pengelola hotel juga tidak pernah mengeluarkan nota tagihan biaya penginapan sebesar Rp25.425.000,00.
Selain biaya penginapan, BPK juga menemukan bukti lain yang dinilai ‘menyimpang’. Yakni, honorarium pembayaran narasumber dari internal Dinas KPTPH Lampung, yang dibayarkan secara penuh atau 100%, bukan sebesar 50%.
Hingga total anggaran yang dinilai BPK telah disimpangkan, mencapai Rp48.006.000,00. Nah, atas dasar itu pula, BPK merekomendasikan kepada Dinas KPTPH Lampung mengembalikan biaya hotel fiktif dan kegiatan yang beririsan Rp26.186.000,00 ke kas daerah.
BPK juga merekomendasikan instansi ini, untuk mengembalikan dana kelebihan pembayaran honorer internal Rp21.820.000,00 ke kas daerah.
Menurut, sumber masalah perjalanan dinas, sering disalahgunakan, biasanya modus organisasi perangkat daerah (OPD), pegawai tidak melakukan perjalanan dinas dan hanya meminjam identitas, dengan modus perjalanan dinas. oleh karena itu, pengawas internal dan eksternal, termasuk KPK, untuk memantau dengan ketat pelaksanaan anggaran ini.
Dan terkait tersebut, masalahnya, sesuai keinginan Dedi, ia mengharapkan BPK harus melakukan pemeriksaan atas dokumen perjalanan dinas, dan konfirmasi kepada pihak penginapan atau hotel dan pelaksana perjalanan.
“Ini anggaran sangat besar jumlah anggaran tersebut. Artinya setiap bulan 800 juta dikeluarkan hanya untuk jalan-jalan dengan biaya perjalanan dinas. Kami mendorong BPK dan APH jangan takut,” kata dia.
Sehingga jika memang diduga terdapat kelebihan bayar atas Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tidak melaksanakan perjalan dinas. Tentu kondisi tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Presiden nomor 12 tahun 2019, tentang pengelolaan keuangan daerah pasal 141 ayat 1 yang menyatakan setiap pengeluaran harus didukung bukti lengkap dan sah.
Menanggapi itu Kepala Dinas Ketahanan Pangan Tanaman Pangan dan Holtikultura Bani Ispriyanto belum berhasil dimintai komentarnya. Begitu pun juga Sekretaris KPTPH, Eko Dyah Purwaningsih. (***)